JAKARTA, Pemerintah RI melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan mengevaluasi pemberian insentif terhadap kendaraan roda empat atau lebih, termasuk mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV), yang berakhir pada 2025 mendatang.
Mengingat sampai April 2025, jumlah penjualan kendaraan jenis tersebut baru mencapai 63.000 unit per tahun.
Pencapaian ini masih cukup jauh dari target yang telah ditetapkan melalui Permenperin 6/2025, yaitu 400.000 unit sampai akhir 2025, dan bakal ditingkatkan menjadi 600.000 unit pada 2030 mendatang.
Baca juga: Perang Dagang dengan AS, Produsen China Lirik Investasi ke Indonesia
“Tentu akan ada evaluasi karena beberapa insentif juga akan berakhir pada 2025, termasuk impor BEV, sebagai upaya mencapai peta jalan yang sudah ditetapkan,” kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono di Jakarta, Senin (19/5/2025).
“Penyusunan insentif ini bukan hanya tugas kami saja, melainkan hasil koordinasi lintas kementerian terkait seperti Kemenko Perekonomian, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan,” lanjutnya.
Tunggul juga mengakui pihaknya tengah menelaah pemberian insentif untuk seluruh jenis kendaraan elektrifikasi, tidak terbatas hanya pada BEV, tetapi juga mencakup kendaraan hybrid dan berbahan bakar hidrogen.
Pemberian insentif itu tidak terbatas dalam bentuk fiskal, tetapi juga non-fiskal untuk mendukung target net zero emission (NZE).
Salah satu langkah utama yang diambil adalah memperkuat aturan yang mengharuskan penggunaan komponen dalam negeri (TKDN) dalam proses produksi kendaraan.
Baca juga: Pajak Murah, Penjualan Mobil di Malaysia Makin Dekati Indonesia
“Dengan kerangka regulasi yang telah ditetapkan, pelaku industri kendaraan bermotor yang memenuhi syarat local content dan TKDN berhak menerima berbagai bentuk insentif. Ini merupakan bagian dari strategi membangun industri otomotif yang mandiri dan kompetitif,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sebagai langkah konkret, pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif pajak untuk perusahaan yang berkomitmen berinvestasi di Indonesia.
Tunggul menekankan bahwa seluruh insentif ini adalah bagian penting dalam membangun ekosistem kendaraan listrik nasional secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir.
Ia menambahkan bahwa insentif untuk BEV dalam bentuk CBU akan berakhir pada 2025, sedangkan insentif CKD akan melalui proses evaluasi.
“Kami yakin, melalui sinergi kebijakan, insentif, dan investasi, Indonesia bisa mengambil peran penting dalam industri kendaraan masa depan,” kata dia.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menyambut baik evaluasi kebijakan insentif, karena dinilai bisa mendorong pertumbuhan industri otomotif dalam negeri.
Baca juga: Begini Alur Lengkap Bayar Pajak Kendaraan di Samsat
Menurutnya, dalam jangka pendek, perluasan insentif ke berbagai jenis teknologi kendaraan sangat relevan, mengingat komponen menyumbang sekitar setengah dari total harga mobil.
Dengan insentif yang tepat, total penjualan kendaraan diperkirakan bisa mencapai 3 juta unit per tahun, setara dengan volume penjualan mobil di Meksiko.
Perhitungan ini mengacu pada data penjualan mobil bekas yang mencapai 2 juta unit per tahun, jumlah yang jika dialihkan ke mobil baru berpotensi mendongkrak angka penjualan nasional secara signifikan.
Ia mengakui bahwa penerapan insentif akan berdampak pada pendapatan negara dalam jangka pendek, namun dampak ini diyakini akan membaik seiring dengan pemulihan pasar otomotif.
“Kalau kita lihat secara angka, potensi kerugian pemberian insentif dengan kenaikan angka penjualan kendaraan pada masa pandemi cukup berhasil. Industri otomotif nasional bisa bangkit dan ternyata itu membuat daya beli masyarakat juga jadi lebih baik,” ujar Kukuh.
Leave a Reply