Mengenal Operasi Kereta Perang Gideon, Upaya Terbaru Israel Menguasai Gaza

Tel Aviv – Israel belum lama ini memperkenalkan operasi militer baru yang dinamai berdasarkan tokoh Alkitab. Keberhasilan operasi ini dinilai akan meresmikan pendudukan jangka panjang atas Gaza dan pengusiran massal warga Palestina dari tanah leluhur mereka.Operasi yang diberi nama Gideon’s Chariots atau Merkavot Gideon atau Kereta Perang Gideon disetujui secara bulat oleh kabinet keamanan Israel yang didominasi kelompok sayap kanan ekstrem pada 4 Mei. Operasi ini akan memperkuat dugaan genosida di Gaza, yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 53.000 orang, mengungsikan seluruh penduduknya, dan menghancurkan wilayah tersebut secara menyeluruh.Pihak berwenang Israel mengumumkan bahwa mereka memberikan tenggat waktu 10 hari kepada Hamas, yang bertepatan dengan berakhirnya kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke tiga negara Teluk, sebelum melancarkan serangan yang mereka sebut akan dilakukan “dengan kekuatan besar”. Dan mereka tidak membual soal ini.Militer Israel pada Jumat (16/5), hari yang sama ketika Trump menyelesaikan kunjungan empat harinya ke Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, mengumumkan dimulainya “serangan besar-besaran” dan mobilisasi pasukan di Gaza sebagai bagian dari operasi Kereta Perang Gideon.”Operasi besar ini bertujuan untuk mencapai semua tujuan perang di Gaza, termasuk pembebasan sandera dan penaklukan Hamas,” kata Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam unggahannya di media sosial.Mengutip TRT, seorang pejabat senior Israel mengatakan kepada media lokal bahwa operasi Kereta Perang Gideon mencakup serangan besar-besaran melalui udara, darat, dan laut, termasuk penghancuran sistematis terhadap infrastruktur yang dianggap mengancam oleh militer Israel.Pasukan Israel akan tetap berada di wilayah yang mereka rebut, memperkuat kendali militer, dan mengubah sebagian besar Gaza menjadi zona penyangga yang diperkuat. Langkah ini mencerminkan apa yang oleh banyak pihak disebut sebagai aneksasi bertahap atas Gaza, dengan justifikasi melalui narasi keamanan.Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mempertegas sikap pemerintah dalam sebuah konferensi di Yerusalem.”Kita menduduki Gaza untuk tetap tinggal,” kata Smotrich. “Tidak ada lagi keluar-masuk. Ini adalah perang untuk kemenangan.”Dia kemudian mengatakan bahwa orang-orang Israel tidak perlu lagi merasa enggan menggunakan istilah “pendudukan”.”Sebuah bangsa yang ingin hidup harus menduduki tanahnya,” ujar Smotrich. Salah satu komponen utama dalam operasi Kereta Perang Gideon adalah pengusiran warga Palestina dari Gaza Utara, sebuah tindakan melanggar hukum internasional apabila tidak disertai jaminan hak untuk kembali dengan aman.Populasi yang dipindahkan akan dikurung dalam zona-zona tertentu di bagian Gaza Selatan dan akan diawasi secara ketat oleh pasukan Israel.Distribusi bantuan hanya akan dilakukan di wilayah-wilayah yang disetujui oleh militer Israel dan akan dikelola oleh kontraktor sipil dengan pengawasan ketat. Warga yang menerima bantuan akan menjalani proses penyaringan terlebih dahulu.”Setiap langkah yang diambil Israel untuk memindahkan warga Palestina ke Gaza Selatan dan mengurung mereka dalam area terisolasi atau terus memberlakukan kondisi kehidupan yang tidak manusiawi guna memaksa warga Palestina keluar dari Gaza akan dianggap sebagai kejahatan perang berupa pemindahan atau deportasi yang melanggar hukum,” sebut Amnesty International pada Rabu (7/5).”Jika tindakan-tindakan ini dilakukan sebagai bagian dari serangan luas atau sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil maka itu juga dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.”Nama Kereta Perang Gideon membawa makna simbolis yang kuat dalam wacana politik dan militer Israel. “Gideon” merujuk pada tokoh dalam Alkitab yang memimpin pasukan kecil untuk menghancurkan bangsa Midian.Nama ini dipandang oleh para kritikus sebagai cara untuk membingkai serangan dalam konteks penaklukan religius.Kata Merkavot, yang berarti kereta perang, memperdalam simbolisme ini. Istilah tersebut membangkitkan citra perang dalam Alkitab, sekaligus merujuk pada tank Merkava milik Israel yang dikenal luas karena peran destruktifnya di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.Kombinasi dua elemen ini mengikat narasi misi keagamaan dengan perang mekanis.Beberapa pihak di Israel bahkan mengejek nama tersebut, dengan menyiratkan bahwa nama itu mungkin merupakan penghormatan kepada Menteri Luar Negeri Gideon Saar.Menurut media Israel, Ynet, dalam pembahasan kabinet mengenai nama untuk serangan tersebut, seorang menteri sempat bergurau bahwa nama yang dipilih seharusnya adalah, “Biarkan aku mati bersama orang Filistin” – sebuah referensi kepada penduduk kuno Gaza, yaitu orang Filistin, yang menjadi asal usul penamaan Palestina.Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dilaporkan menolak usulan itu.”Tidak. Kita tidak ingin mati bersama mereka. Kita ingin mereka mati sendirian,” kata Netanyahu menurut laporan itu. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *