Melihat Suasana dan Menakar Keamanan di Taman Literasi pada Malam Hari

Jakarta Langit berwarna gelap ketika jarum jam menunjukkan pukul 21.50 malam. Lampu-lampu kota menyala dengan setia, dan kendaraan masih lalu-lalang di jalanan kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Taman Literasi Martha Christina Tiahahu menyajikan suasana berbeda.Rerumputan hijau, pepohonan yang rapi menghadirkan pengalaman yang berbeda bagi mereka yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat itu.Namun, di balik keindahan taman, ada beberapa catatan menjadi perhatian, terutama soal keamanan, pengawasan, dan kenyamanan bagi warga.Taman itu kini menjadi salah satu dari ruang terbuka yang sedang melakukan uji coba operasional selama 24 jam penuh.Begitu melangkah ke dalam, atmosfer terasa lebih tertib dan nyaman. Hamparan rumput, pepohonan yang rapi, dan desain taman yang modern langsung menyambut.Area bermain masih digunakan, beberapa pengunjung tampak bercengkrama di kursi. Bersantai sambil sekadar mengobrol, berfoto, hingga menikmati kudapan malam dari tenant makanan yang masih buka hingga pukul setengah sepuluh malam.Lampu-lampu taman menyala menciptakan suasana teduh, meski belum merata menjangkau seluruh sudut.Seorang petugas keamanan mengenakan seragam krem dengan alat komunikasi terpaut di bahu berdiri di dekat pintu masuk. Tatapan matanya tajam, menyapu taman yang kian lengang.HT di pundaknya berbunyi sesekali, menandakan koordinasi internal yang terus berjalan. Namanya Edris. Sudah sepuluh bulan ia bertugas sebagai sekuriti di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Blok M, Jakarta Selatan. Dan satu-satunya petugas yang berjaga pada malam itu.”Ini masih masa percobaan, saya enggak tahu planing pengelolah gimana mungkin bakal berlanjut,” kata Edris memulai perbincangan saat ditemui, Senin malam (19/5/2025).Langkah Edris tidak pernah berhenti. Setiap satu hingga dua jam sekali, ia menyusuri area taman. Fokus utamanya adalah pengamanan tenant, pengawasan fasilitas, serta penegakan aturan. Namun, dengan luas taman dan keterbatasan tenaga, pengawasan tidak selalu berjalan optimal.”Sekuriti yang bertugas cuma satu, kita di sini ada dua shift, dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam. Shift malam dari jam 7 malam sampai jam 7 pagi,” ujar Edris. Dia mengaku tak jarang menegur pasangan muda-mudi yang melanggar aturan. Baginya, keberadaan CCTV cukup membantu, tetapi pengawasan darinya tetap dibutuhkan. Jumlah personel yang terbatas menjadi salah satu tantangan utama.”Jujur ya enggak cukup (kalau cuman satu orang). Jadi kita mobile aja, kita sendiri. Yang paling penting aset di sini, tenant, paling sekiranya masih jam operasional patroli mobile, sejam sekali atau gimana,” ujar dia.Edris juga menyebut patroli dari Satpol PP atau petugas dari Dinas Pertamanan lebih sering terlihat di pagi hingga sore hari, tetapi jarang hadir di atas tengah malam. Sehingga, tugas menjaga taman ini pun sepenuhnya jatuh ke pundaknya.”Sejauh ini kalau malem sih jarang sih lihat. Kalau pagi siang sore saya sering lihat kayak patroli di dalam sini. Tapi malem di atas jam 12 jarang lihat,” ucap dia.Papan larangan merokok terpampang jelas di taman ini. Namun, aturan seringkali hanya menjadi tempelan. Terlihat pada malam itu, masih tampak pengunjung yang mengisap rokok sambil duduk santai di sekitar area bundaran. Kebijakan operasional taman selama 24 jam menuai beragam tanggapan dari pengunjung. Rizky, pengunjung asal Jakarta Utara, mengaku baru pertama kali datang. Ia menyambut baik inisiatif pemerintah daerah membuka ruang publik lebih lama. “Bagus sih,” ujarnya singkat.Husein, pengunjung dari Depok yang ngumpul bareng keluarga yang baru datang dari Lampung. Dia menilai kebijakan ini dapat memperluas akses warga terhadap ruang terbuka.”Yang penting tidak disalahgunakan. Kalau bisa, petugas keamanan ditambah,” sarannya.Pendapat serupa disampaikan Husein, warga Depok, yang malam itu datang bersama keluarganya dari Lampung.”Oke-oke saja kebijakannya, asalkan tidak disalahgunakan oleh pengunjung. Masukan pemerintah, ngasih tambahan untuk yang menjaga taman saja sih,” ucap dia.Ray, pengunjung dari Jakarta Barat biasa menghabiskan waktu di taman ini dengan Foto-foto, jajan atau sekedar ngobrol, dan makan.Dia mengaku baru tahu soal kebijakan 24 jam. Meski begitu, ia menyambut baik. “Bikin jadi orang nyaman,” ujar Ray.Bagi Ray, berkunjung ke taman pada malam justru menawarkan kenyamanan yang tak bisa ditemukan di siang hari. Suasana malam juga lebih cocok untuk pribadi introvert sepertinya.”Saya sibuk kerja. Makanya sempatnya malam. Kayaknya lebih sepi lebih enak dan nyaman. Apalagi saya introvert juga lebih enak sendiri, daripada kalau ramai bawannya cemas,” ucap dia.Namun, ia mengeluhkan pencahayaan yang masih minim di beberapa area taman.”Ini sudah bagus sih. Kan ini viral di tiktok, makanya saya dateng. Gimana kondisi, suasananya. Tapi kalau malem lampunya kurang banyak,” ucap dia.Hafifah, warga Tanah Abang, datang karena tertarik setelah melihat unggahan viral taman ini di media sosial. Ia mendukung taman buka sepanjang hari. Namun, fasilitas tempat duduk masih perlu ditambah.”Yang untuk biasanya pulang malem mungkin kebijakan itu bagus ya. Tapi ya saya harap tempat duduk, jangan cuma di lingkaran itu saja,”kata Hafifah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *