JAKARTA, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menilai pemerintah harus mengubah pendekatan atas kebijakan otomotif menjadi bersifat jangka panjang dan berkelanjutan.
Sebab, kebijakan musiman yang berlaku sementara seperti pemberlakuan insentif, justru menimbulkan ketidakpastian di kalangan konsumen dan pelaku industri.
“Kita perlu memikirkan kebijakan yang berjangka panjang, bukan sekadar musiman. Kebijakan yang hanya berlaku sebentar lalu dicabut bisa membuat pasar tidak stabil. Saat masa berlakunya hampir habis, orang jadi ragu, beli atau tidak. Akhirnya, penjualan pun menurun,” ujar dia di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Baca juga: Jauh dari Target, Kemenperin Evaluasi Insentif Mobil Listrik
Gaikindo juga mendorong adanya evaluasi terhadap kebijakan insentif yang benar-benar memberi dampak jangka panjang dan mendorong tercapainya target nasional.
Salah satu target yang dimaksud adalah produksi kendaraan listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) sebanyak 600.000 unit pada 2030.
Kukuh menambahkan, seluruh pemangku kepentingan harus memastikan bahwa produksi BEV dilakukan di dalam negeri, bahkan diarahkan untuk ekspor.
Hal ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai basis produksi kendaraan listrik, baik untuk kebutuhan domestik maupun pasar internasional.
Lebih jauh, Kukuh menekankan bahwa transisi menuju kendaraan listrik tidak bisa hanya fokus pada BEV. Kendaraan hybrid dan mobil beremisi rendah seperti LCGC tetap memiliki peran strategis sebagai tulang punggung industri otomotif nasional.
“Kami tidak meminta bantuan dalam bentuk utang atau subsidi. Yang kami usulkan adalah penundaan pembayaran pajak pada periode tertentu. Setelah ekonomi kembali pulih, pendapatan negara pun akan kembali,” jelasnya.
Baca juga: Biaya Mutasi Kendaraan Bermotor Saat Pemutihan Bisa Lebih Murah
Selain itu, ia mengajak pemerintah untuk tidak terkunci pada satu jenis teknologi. Di tengah laju pesat inovasi otomotif global, kebijakan perlu bersifat terbuka dan mampu menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, Kukuh menyebut perkembangan kendaraan plug-in hybrid (PHEV) di China yang kini mulai masuk ke pasar Indonesia.
“Ada kendaraan PHEV yang berhasil menempuh perjalanan Jakarta–Bali hanya dengan satu kali pengisian baterai dan satu kali pengisian bahan bakar, mencapai 1.300 kilometer. Jika teknologi ini digabung dengan bioetanol, potensi pengurangan emisinya luar biasa,” jelas Kukuh.
Dengan kondisi industri yang terus berubah, Kukuh berharap pemerintah dapat lebih luwes dan berpikir ke depan dalam menyusun regulasi otomotif agar ekosistem yang sehat dan berdaya saing bisa terwujud.
Leave a Reply