Cerita Penyidik Jampidsus Nyaris Pingsan Lihat Uang Rp920 Miliar Saat Geledah Rumah Zarof Ricar

Jakarta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, menceritakan saat anak buahnya menggeledah rumah mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar.Dia menyebut, penyidik nyaris pingsan karena menemukan uang tunai senilai Rp920 miliar dan 51 kilogram emas saat menggeledah rumah Zarof Ricar.”Kami juga kaget, anak buah kami mau pingsan menemukan uang sebanyak itu tergeletak di lantai saat itu,” kata Febrie saat rapat dengan Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).Meski demikian, Febrie menjamin anak buahnya menjaga integritas ketika mengamankan barang bukti itu. Dia menerangkan, ada mekanisme ketat saat penyidik melakukan penggeledahan di lapangan untuk mencegah penyimpangan.Dia melanjutkan, para jaksa juga dilarang menghitung uang yang ditemukan, kecuali oleh pihak bank.”SOP perkara kita juga cukup jelas ketika anak-anak masuk, bagaimana nanti dia menjaga supaya satu lembar enggak hilang itu satu ikat. Itu selalu kita wajibkan dia bawa keluarganya, bawa ketua RT, dan tidak boleh menghitung kecuali orang bank, sehingga clear and clear ketika barang tersebut bisa dibawa,” ujar Febrie.Febrie menjelaskan, uang dan emas tersebut diduga merupakan hasil gratifikasi yang diterima Zarof selama menjabat di Mahkamah Agung antara tahun 2012 hingga 2022.Kejagung juga telah menyita delapan rumah mewah dan tujuh bidang tanah yang diduga terkait dengan kasus ini.”Zarof Ricar sekarang sedang kita kejar TPPU-nya. Kita berharap dia mau bercerita banyak, termasuk di persidangan,” kata Febrie. Dalam kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim uang senilai Rp5 miliar.Selain itu, Zarof Ricar menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA untuk membantu pengurusan perkara pada tahun 2012 hingga 2022.Pemufakatan jahat diduga dilakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dengan tujuan suap kepada Hakim Ketua MA Soesilo dalam perkara Ronald Tannur pada tingkat kasasi pada tahun 2024.Atas perbuatannya, Zarof Ricar disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menggelar sidang perdana mantan petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar terkait kasus suap dan gratifikasi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.Dalam persidangan, Zarof Ricar didakwa menerima uang Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram dari hasil menjadi makelar kasus (markus) selama 10 tahun menjabat di MA.”Menerima gratifikasi yaitu menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing, yang dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan Rp915 miliar dan emas logam mulia sebanyak 51 kilogram dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali,” tutur jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).”Dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” sambung dia.Pengungkapan kasus Zarof Ricar sendiri berawal dari penanganan perkara vonis bebas Gregorius Ronald Gannur di Pengadilan Negeri Surabaya. Penggeledahan pun dilakukan dan membuat penyidik terkejut lantaran temuan uang senilai hampir Rp1 triliun di rumahnya.Secara rinci, jaksa mengulas peristiwa gratifikasi Zarof Ricar terjadi sejak 2012 hingga Februari 2022, atau selama sekitar 10 tahun. Dia menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA atau eselon II.a pada 30 Agustus 2006 sampai dengan 1 September 2014.  Selanjutnya, mulai tahun 2017 sampai dengan 1 Februari 2022, Zarof Ricar menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA Eselon I.a.”Bahwa dalam jabatan terdakwa tersebut maka memudahkan terdakwa untuk memiliki akses untuk bertemu dan mengenal ke berbagai lingkup pejabat hakim agung di lingkungan Mahkamah Agung termasuk ketika terdakwa menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung,” jelas jaksa.Zarof Ricar selaku Widyaiswara yang mengajar di lingkungan hakim pada akhirnya semakin memiliki akses untuk bertemu dan mengenal kalangan hakim di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung.Selanjutnya, dalam periode jabatan terdakwa tersebut, terdakwa telah menerima pemberian yang berhubungan dengan penanganan perkara dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali.”Di mana terdakwa memfasilitasi pihak yang sedang berperkara dengan maksud supaya memengaruhi hakim dalam menjatuhkan putusan sesuai dengan permintaan para pihak berperkara, sehingga terdakwa menerima pemberian suap berupa uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing atau valuta asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah, dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp915 miliar dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kilogram,” kata jaksa menandaskan. Reporter: Muhammad Genantan SaputraSumber: Merdeka.com 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *