Bak Dabak, Jejak Kuliner Tionghoa dalam Camilan Tradisional Madura

Madura – Bak dabak, camilan goreng khas Prenduan, Sumenep, menyimpan jejak sejarah akulturasi Tionghoa dan Madura. Nama bak berasal dari kosakata Hokkien, sementara teknik pembuatan dan bahan lokal menunjukkan adaptasi dengan cita rasa Nusantara.Camilan berbahan dasar tepung beras ini dikembangkan oleh komunitas Tionghoa-Madura sejak abad ke-18. Kini, bak dabak bertahan sebagai warisan kuliner yang memadukan pengaruh Tionghoa dalam penamaan dengan bumbu dan penyajian khas Madura.Mengutip dari berbagai sumber, bak dabak terdiri dari dua kata, yakni bak dan dabak. Istilah bak dalam bahasa Hokkian merujuk pada hidangan berbahan daging, seperti bakpau (roti isi daging) atau bakmi (mi daging).Sementara dabak berasal dari bahasa Madura yang berarti tebal atau padat. Hal ini merujuk pada tekstur camilan ini.Proses pembuatan bak dabak mengadaptasi teknik pengolahan tepung khas Tionghoa dengan bahan lokal Madura. Adonan tepung beras dicampur santan dan bumbu seperti bawang putih, ketumbar, dan garam, lalu digoreng hingga garing.Bahan-bahan ini merupakan modifikasi resep asli Tionghoa yang biasanya menggunakan tepung terigu. Beberapa wilayah di Jawa Timur, camilan serupa dikenal dengan nama cakwe atau cireng.Sejarah bak dabak tidak terlepas dari komunitas Tionghoa di Sumenep yang telah berbaur dengan masyarakat Madura sejak abad ke-18 lalu. Catatan arsip kolonial Belanda menyebutkan kawasan Prenduan sebagai salah satu pusat perdagangan dimana warga Tionghoa dan Madura berinteraksi secara. Interaksi ini memengaruhi perkembangan kuliner, termasuk terciptanya bak dabak sebagai hasil akulturasi. Daerah lain di Indonesia, beberapa camilan menunjukkan pola akulturasi serupa.Cireng (aci digoreng) dari Jawa Barat menggunakan tepung kanji dengan teknik penggorengan mirip bak dabak. Sementara di Medan, pia atau bakpia merupakan makanan dengan pengaruh Tionghoa yang lebih kuat dalam hal bahan dan teknik pembuatan.Sajian bak dabak biasanya disertai saus petis hitam khas Madura atau sambal pencit. Petis, yang terbuat dari fermentasi udang atau ikan, menjadi bumbu khas Nusantara yang tidak ditemukan dalam kuliner Tionghoa asli.Bak dabak dijual sebagai camilan jalanan maupun oleh-oleh di Prenduan. Para pedagang biasanya memproduksinya secara manual dengan peralatan sederhana. Harga yang terjangkau, sekitar Rp2.000-Rp5.000 per biji.Penulis: Ade Yofi Faidzun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *