Di Ujung Jalan Panjang Liga Europa: Jika MU Tidak Juara, Apa yang Tersisa?

Jakarta Manchester United tiba di ujung jalan panjang di Liga Europa. Di San Mames, Kamis dini hari nanti, satu laga akan menentukan segalanya. Lawan mereka, Tottenham, juga tidak akan datang hanya untuk menjadi penonton.Bagi Ruben Amorim, final ini bukan sekadar tentang trofi. Ini adalah momentum untuk mengubah cara pandang publik terhadap dirinya dan klub. “Para fans butuh kemenangan ini. Mereka akan melihat pelatih dengan cara yang berbeda karena ini berarti tiket ke Liga Champions,” tegasnya, seperti dilansir UEFA.com.Laga ini bukan soal estetika atau gaya bermain semata. “Pertandingan seperti ini harus dimenangkan, dan jika tidak, tak ada yang tersisa selain kesedihan,” ujar Amorim. Kalimat itu seakan jadi mantra dalam duel penuh tekanan yang akan datang.Datang menggantikan Erik ten Hag di tengah musim, Ruben Amorim sempat terseok-seok mengenal kerasnya sepak bola Inggris. Namun, di Liga Europa, dia menunjukkan bahwa dirinya bisa mengangkat tim ini di momen yang tepat. Sekarang, dia tinggal selangkah lagi dari sejarah.Inspirasi kepelatihannya datang dari banyak arah. “Saya banyak belajar dari menonton sepak bola. Jorge Jesus sangat memengaruhi saya, lalu Cruyff juga. Bermain dengan tiga bek berasal dari filosofi Cruyff, dikombinasikan dengan cara bertahan ala Italia,” katanya.Amorim bahkan mengaku meniru langkah Jose Mourinho saat membentuk skuadnya di Sporting. “Saya tipe pelatih yang suka membangun ikatan. Mourinho membawa itu ke sepak bola – sebuah ikatan. Saya rasa semua pelatih banyak belajar dari dia,” ujarnya.Amorim bukan tipe pelatih yang kaku dan penuh konfrontasi. “Saya mencoba berlaku adil dan tidak lari dari keputusan sulit. Saya belajar dari pelatih yang saya sukai saat masih bermain. Kejujuran itu penting,” tuturnya dengan lugas.Baginya, kunci utama adalah membangun koneksi dengan para pemain. “Kalau tidak ada hubungan antar manusia, Anda tidak punya apa-apa. Saya bukan orang yang dingin. Saya bisa membantu mereka di luar lapangan, tapi ketika waktunya bekerja, saya berbeda,” jelasnya.Amorim tahu kapan harus bertindak tegas. “Saya bisa menjadi teman mereka, tapi jika harus, saya akan mengambil keputusan sulit. Saya bisa mencoret pemain. Saya bisa melepas mereka,” tambahnya. Dia tegas, tapi tetap manusiawi.Menghadapi Tottenham, Amorim merasa sedikit diuntungkan karena sudah pernah bertemu musim ini. “Terlepas dari hasilnya, fakta bahwa kami pernah melawan Tottenham musim ini sangat membantu saya dalam mempersiapkan tim,” ujarnya.Dia tahu, laga kali ini tidak bisa dimenangkan dengan kekuatan fisik semata. “Kami tidak akan menang hanya karena fisik. Lawan seperti Real Sociedad bisa kami tekan dengan fisik. Namun, kali ini, kami tidak punya keunggulan itu,” kata Amorim.Meski begitu, dia memastikan timnya siap. “Kami akan siap menghadapi itu,” tutupnya. Dalam kalimat sesingkat itu, tersimpan keyakinan penuh—dan tekanan besar—dari seorang pelatih yang tahu kalau tak ada ruang untuk kegagalan.Final ini bukan hanya tentang perebutan trofi, tapi juga tentang perubahan citra dan masa depan klub. Amorim tahu apa arti pertandingan ini bagi fans, klub, dan dirinya sendiri. Kemenangan bisa menjadi tiket masuk kembali ke elite Eropa.Dia pernah merasakan jadi finalis di Liga Europa, tapi tak membawa pulang apa-apa. “Saya tidak bisa bilang saya pernah jadi finalis. Saya tidak mau mengatakannya. Saya tidak membawa apa pun dari sana. Tidak ada,” kenangnya getir.Kini, dia tidak mau mengulang cerita yang sama. “Pertandingan seperti ini harus dimenangkan, dan jika tidak, tak ada yang tersisa selain kesedihan,” ucap Amorim—kalimat yang kini menjadi pondasi semangat Setan Merah.Sumber: UEFA.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *