Archaeopteryx: Dinosaurus Berbulu yang Ternyata Bisa Terbang

KOMPAS.com -Selama lebih dari satu abad, Archaeopteryx menjadi bintang dalam dunia paleontologi. Dikenal sebagai salah satu “burung pertama” yang hidup sekitar 150 juta tahun lalu, makhluk kecil berbulu seukuran burung merpati ini telah merevolusi cara manusia memahami hubungan antara dinosaurus dan burung.

Menurut Jingmai O’Connor, seorang ahli paleontologi dari Field Museum di Chicago, fosil Archaeopteryx telah mengubah pemahaman kita tentang dunia—mungkin lebih dari fosil lainnya. Dalam wawancaranya dengan New York Times, ia menekankan bagaimana fosil ini menjadi bukti kuat bahwa burung modern adalah keturunan langsung dari dinosaurus, mendukung teori evolusi Darwin secara nyata.

Kini, penemuan spesimen baru yang luar biasa lengkap dan terawat, yang dikenal sebagai Chicago Archaeopteryx, memberikan wawasan baru yang sangat penting: Archaeopteryx kemungkinan besar memang bisa terbang.

Baca juga: Peneliti Temukan Fosil Burung Unta Zaman Kapur dengan Lengan Panjang

Selama ini, para ilmuwan telah mengetahui bahwa Archaeopteryx memiliki bulu asimetris, ciri khas penting burung terbang modern yang memungkinkan mereka menghasilkan dorongan udara. Namun, spesimen baru ini menyimpan lebih dari sekadar bukti bulu utama.

Ketika preparator di Field Museum membersihkan batu kapur tempat fosil ini terperangkap, mereka menemukan lapisan bulu baru yang disebut bulu tertial, sesuatu yang belum pernah didokumentasikan sebelumnya pada spesies ini. Dalam burung modern, bulu tertial sangat penting dalam penerbangan karena mereka menutup celah antara tubuh dan sayap burung, memastikan aliran udara yang stabil untuk menghasilkan daya angkat.

John Nudds, ahli paleontologi dari University of Manchester yang tidak terlibat dalam studi ini, menyebut bahwa penemuan bulu tertial ini—ditambah dengan bulu asimetris—menjadi konfirmasi bahwa Archaeopteryx bisa terbang. Tanpa bulu ini, sayap tidak dapat menghasilkan daya angkat yang cukup.

Baca juga: Misteri Cahaya Tersembunyi pada Bulu Burung Hantu, Apa Fungsinya?

Meski bisa terbang, kemampuan terbang Archaeopteryx jauh dari sempurna. “Dengan standar modern, ia adalah penerbang yang sangat buruk,” ujar O’Connor kepada Science News. Namun, kemampuan ini tetap menjadikan Archaeopteryx sebagai dinosaurus berbulu pertama yang diketahui mampu menggunakan bulunya untuk terbang.

Sebelumnya, para ilmuwan hanya menduga Archaeopteryx memiliki bulu tertial. Kini, lewat spesimen ini, dugaan itu akhirnya terbukti benar, dan membuka kemungkinan bahwa bulu ini memainkan peran evolusioner penting dalam transisi dari dinosaurus darat menjadi burung terbang.

Baca juga: Langka dan Misterius, Burung Kepala Biru ini Jadi Teka-Teki Evolusi

Tak hanya bulu, spesimen Chicago Archaeopteryx juga menyimpan detail penting lainnya:

Seluruh detail ini hanya bisa terungkap berkat proses preparasi fosil yang sangat hati-hati. Tim peneliti menggunakan teknologi CT scan dan cahaya ultraviolet untuk memastikan tidak ada bagian fosil yang tertukar dengan batu dan terhapus secara tidak sengaja.

Baca juga: Jika Burung adalah Dinosaurus, Mengapa Mereka Tidak Berdarah Dingin?

Fosil yang kini dikenal sebagai Chicago Archaeopteryx ditemukan oleh seorang kolektor sebelum tahun 1990 di daerah batu kapur Solnhofen, Jerman—lokasi asal semua fosil Archaeopteryx yang ditemukan hingga saat ini. Fosil ini sebelumnya dimiliki secara pribadi sebelum akhirnya dibeli oleh Field Museum.

Penemuan ini tidak hanya menambahkan potongan penting dalam teka-teki evolusi burung, tetapi juga menunjukkan betapa satu fosil yang “indah dan terawat” bisa mengubah pemahaman ilmiah yang telah lama diyakini.

Seperti yang dikatakan O’Connor, “Archaeopteryx bukan dinosaurus pertama yang memiliki bulu atau ‘sayap’, tapi kami yakin ini adalah dinosaurus pertama yang bisa terbang menggunakan bulu tersebut.”

Baca juga: Fosil Burung Tertua dari Zaman Kapur Ditemukan di Antartika

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *